Home Top Ad

Responsive Ads Here

Inilah Teori Atom Pada Massa Yunani Kuno

Share:

Inilah Teori Atom Pada Massa Yunani Kuno

Inilah Teori Atom Pada Massa Yunani Kuno – Apakah yang membentuk suatu benda? Inilah pertanyaan mendasar yang dilontarkan oleh filsafat alam. Sebuah benda terdiri atas bagian-bagian tertentu, dan seterusnya oleh bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Apakah ada suatu saat di mana bagian tersebut bukan bagian dari sesuatu, tidak dapat dibagi lagi.

Demokritus, seorang filsuf dari Abedera (460-370 SM) memberi nama atom yang berasal dari a-tomos yang dalam bahasa Yunani berarti tidak dapat dibagi lagi. Menurut pendapat Demokritus, atom bagaikan blok-blok yang sangat kecil sampai tidak dapat terhingga, dan tidak dapat terlihat, tidak dapat dibagi lagi dan bersifat abadi. Atomisme adalah teori filosofis dan ilmiah bahwa kenyataan dibentuk oleh bagian-bagian yang tidak dapat dibagi yang disebut dengan atom.

Disebut bahwa alasan ini berasal dari  observasi di mana butiran pasir dapat bersama-sama membentuk sebuah pantai. Dalam analoginya, pasir adalah atom dan pantai adalah senyawa. Analogi ini kemudian dapat dihubungkan dengan pengertian Demokritus terhadap atom yang tidak bisa dibagi lagi: walaupun sebuah pantai dapat dibagi ke dalam butiran-butiran pasirnya, butiran pasir ini tidak dapat dibagi. Demokritus juga memiliki struktur internal. Sebagai tambahan, Demokritus juga menjelaskan bahwa untuk menjelaskan sifat dari material yang berbeda, atom dibedakan dalam bentuk, massa dan ukurannya.

Dengan model atomnya, Demokritus mampu menjelaskan bahwa semua yang kita lihat terdiri atas bagian/blok bangunan yang lebih kecil disebut dengan atom. Namun model Demokritus ini kurang memiliki bukti eksperimental, namun baru tahun 1800an bukti eksperimental itu muncul.

Pada perkembangan selanjutnya filsafat alam mengamati banyaknya keadaan yang berlawanan, misalnya panas dan dingin, basah dan kering. Pada setiap pasangan yang berlawanan ini yang pertama adalah apa yang bukan kedua, panas adalah bukan dingin. Dengan pemikiran ini maka jika terdapat atom, terdapat pula pasangannya, dalam hal ini kekosongan. Kekosongan adalah lawan dari atom, atau dapat juga disebut anti-atom.

Kalau tidak terdapat kekosongan, maka seluruh alam akan penuh sesak terisi oleh atom yang berdampingan satu sama lain. Tidak aka nada titik pada permukaan satu atom yang tidak menyentuh permukaan atom lain, bayangkan akibatnya: karena bagian atom-pada teori diatas, atom tidak dapat dibagi-tidak dapat bergerak satu sama lain, lalu desakan atom satu sama lain tidak akan ada pergerakan relatif suatu atom terhadap yang lainnya. Dan juga dapat dibayangkan jika atom yang bersebelahan adalah atom sendiri dan seluruh alam semesta hanyalah sebuah super-atom. Padahal dalam kenyataannya ada banyak proses dan perubahan yang terjadi di alam semesta, misalnya pakaian basah dijemur jadi kering, ini menunjukkan atom air meninggalkan pakaian, atau pertumbuhan anak menjadi dewasa. Jadi kalau ada atom pasti ada kekosongan.

Pemikiran ini pertama kali dimunculkan oleh Leocippus, perintis atomisme sebelum Demokritus. Keduanya, Demokritus dan Leucippus, merasakan bahwa eksitensi atom dan kekosongan dapat menjelaskan alam secara rasional. Karena atom adalah abadi dan selalu ada keseimbangan atom-kekosongan. Maka kekosongan tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan.

Para atomis juga beranggapan bahwa pada suatu benda mikroskopis (misalnya balok kayu), kekosongan tidak hanya ada pada permukaan benda itu saja, tetapi juga berada di dalamnya. Ini dengan praktis menjelaskan mengapa ada benda yang berat dan ringan-benda dengan kadar atom yang lebih tinggi dan kekosongan yang lebih rendah akan menjadi lebih berat. Kita dapat memegang secangkir kopi panas dan merasaka hangat karena ada sedikit atom yang membawa panas yang dapat menembus cangkir dan mengenai tangan kita. Cahaya menembus kaca yang padat, bahkan suara pun dapat menembus tembok, ini tidak mungkin jika benda itu berpori atau mempunyai derajat kekosongan.


Sumber : Ghalib, Achmad Kholish. 2009. The True Power of Atom. Yogyakarta : Penerbit DIVA Pres.


No comments

silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan topik pembahasan